Asiapelago.com, Jakarta || Kata Panutan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sama artinya dengan teladan yaitu “Sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk di contoh (tentang kelakuan, perbuatan, sifat, dan sebagainya)”.
Suatu Hal yang menunjukkan adanya gambaran seseorang atau tokoh yang dapat menjadi teladan, contoh perbuatan, diberi kepercayaan, sehingga yang bersangkutan bisa menjadi harapan dan sandaran bagi siapa saja yang mengetahui, yang berada di dekatnya, tempat bertanya, tempat memberi solusi mereka yang sedang punya permasalahan dan sebagainya.
Siapa Mereka?
Adalah orang orang terdekat dan berada di dalam lingkungannya, bisa karena hubungan darah (orang tua), ketokohan (tokoh masyarakat, tokoh agama) lingkungan pendidikan (Guru, Pengasuh) lingkungan sosial (RT, RW) Lingkungan organisasi (Pimpinan, atasan) dan sebagainya, mereka itu semua layak menjadi Panutan.
Terkadang dengan alasan sayang, orang tua enggan dan tidak tega menegur suatu perbuatan menyimpang yg dilakukan anak dengan menganggapnya sebagai sebuah kenakalan biasa.
Terkadang Seorang Tokoh masyarakat enggan menegur atau melarang perbuatan menyimpang penganutnya atau masanya dengan pertimbangan sebuah dinamika kehidupan, Terkadang seorang guru enggan menegur muridnya karena dianggap biasa sebagai ketidaktahuan atau ketidakpahaman dan “nanti” akan di benarkan, bahkan seorang pimpinan tidak menegur karena menganggap itu dinamika kehidupan anggota, apalagi memberi sanksi atau hukuman.
Kesemuanya itu sering terjadi karena alasan rasa sayang, rasa kedekatan, merasa menjadi bagian, kesetiaan. kekompakan dan sebagainya.
Rasa Sayang bukan berarti permisif untuk tidak menegur suatu perbuatan salah, membiarkan karena tidak tega yang ditegur sedih, kecewa, bahkan marah, dalam tanda kutip enggan menyakiti. atau karena proteksi yang berlebihan menjadi melindungi atas perbuatan salah yang dilakukan. karena ia bagian dari keluarga, grup, Organisasi, kelompok dan sebagainya yang merupakan bentuk kedekatan dengan seseorang atau kelompoknya
Penyimpangan dan kesalahan kecil yang dibiarkan dalam sebuah kehidupan, adalah bagian dari pendidikan, dan jika didiamkan oleh seorang panutan sejatinya telah memulai penjerumusan yang mengajarkan kejahatan dan kesesatan. Orang tua yang membiarkan anaknya berbuat salah dan tidak menegur, seorang guru yang tidak menunjukkan kebenaran atas kesalahan seorang murid, tokoh agama yang tidak memberikan penjelasan atas penyimpangan penganutnya, seorang pemimpin yang tidak menegur perilaku salah anak buah, pada dasarnya telah menjerumuskan pada kesalahan yang lebih besar.
sikap ini masuk katagori permisif atas penyimpangan.
Hal ini akan berdampak lebih besar dan dapat menjadi embrio seseorang menjadi sesat paham, merasa diijinkan dan terjerumus pada satu kondisi perbuatannya boleh dan benar, Seolah bukan suatu pelanggaran, dan dalam pandangan religi menggiring pada perbuatan dosa.
Kriwikan Dadi Grojogan. (Pancuran kecil menjadi Air Terjun). Peribahasa jawa ini secara umum memiliki arti permasalahan kecil menjadi permasalahan besar. namun dalam kehidupan dapat juga diberlakukan pada analogi
dengan kejahatan kecil menjadi kejahatan besar.
sebagai contoh adalah seorang anak kecil mengambil tempe yang baru digoreng ibunya untuk makan, tanpa sepengetahuan, padahal untuk makan bersama keluarga, sepertinya hal ini biasa, bukan masalah tempe yg diambilnya, tetapi mengambil tanpa izin inilah ya lng menjadi permasalahan. Seorang guru membiarkan muridnya yang tidak mengerjakan soal sekolah, itu artinya membolehkan murid untuk tidak mengerjakan tugas, seorang tokoh tidak mencegah perbuatan maksiat, sama artinya membiarkan maksiat semakin besar dan seterusnya.
Belajar dari banyak hal bahwa suatu kesalahan besar selalu diawali dibiarkannya kesalahan kecil, kecelakaan diawali pelanggaran. Menjadi tugas kita untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Bukankah kita diajarkan untuk saling berpesan dalam kebaikan. Kita semua adalah Guru, kita semua adalah panutan, kita semua adalah pimpinan. Seorang panutan yang membiarkan penyimpanngan dan tidak menegur suatu kesalahan pada dasarnya telah mengajarkan kejahatan, telah berperilaku menjerumuskan.
Orang tua yg tidak menegur anaknya berbuat kesalahan kecil, akan membangun karakter kesalahan adalah hal biasa. Seorang tokoh yang membiarkan pengikutnya menyimpang akan menambah jumlah dosa, Seorang Guru yang tidak menegur muridnya tidak mengerjakan tugas menjerumuskan sang anak telah merasa pandai dan bisa. seorang pimpinan yang tidak menegur dan membenarkan anggotanya melanggar artinya telah mengajarkan kejahatan.
Pada konteks di atas, saat anak telah berkarakter jahat, saat penganut agama telah berbuat sesat, saat murid tidak taat dan anggota melakukan perbuatan tidak bermartabat sebenarnya Panutan telah menjerumuskan kepada kesesatan dan kejahatan.
Sebagai orang tua seharusnya kita mengajarkan kepada anak menjadi beriman dan bertqwa, sebagai guru seharusnya kita mendidik agar mereka berguna bagi bangsa dan negara, segai panutan agama seharusnya kita mengajarkan untuk tudak berbuat dosa dan sebagai pimpinan seharusnya menanamkan kecintaan kepada bangsa dan negara.(Red)
Komentar