Asiapelago.com | Batam – Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, Selasa (16/12/2025). Laporan tersebut mengungkap adanya dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan layanan pendidikan di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Kota Batam, khususnya terkait kekurangan guru dan ruang kelas yang berdampak langsung pada hak-hak dasar peserta didik.
Penyerahan LHP dilakukan langsung oleh Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepri, Dr. Lagat Siadari, kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, Dr. Andi Agung, serta Inspektur Pembantu (Irban I), Aan Putra, di Kantor Ombudsman Kepri. Dalam laporan tersebut, Ombudsman menyampaikan empat saran korektif yang harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi dalam waktu 30 hari kerja.
Investigasi ini dilakukan atas inisiatif Ombudsman tanpa menunggu laporan masyarakat, menyusul mencuatnya pemberitaan di media mengenai dugaan pungutan liar di SLBN Batam. Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Kepri, Martina Emi Farida, menjelaskan bahwa pungutan tersebut berasal dari kesepakatan antara Komite Sekolah dan orang tua/wali murid untuk membayar iuran sebesar Rp60.000 per bulan guna menutupi kekurangan tenaga pengajar.
“Hal ini jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan tenaga pendidik dan sarana prasarana pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah,” tegas Martina.

SLBN Kota Batam saat ini melayani 227 siswa dari jenjang SD, SMP, hingga SMA. Namun, hanya didukung oleh 27 guru, 1 instruktur, 1 operator, 1 petugas keamanan, dan 1 tenaga administrasi. Idealnya, sekolah ini membutuhkan 32 guru untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran inklusif. Situasi diperparah dengan akan berakhirnya masa kerja dua guru yang tidak lulus seleksi PPPK Tahun Anggaran 2024 pada 31 Oktober 2025, serta satu guru yang akan memasuki masa pensiun pada Februari 2026. Kondisi ini berpotensi menyebabkan 34 siswa tidak mendapatkan layanan pendidikan yang layak.
Tak hanya kekurangan tenaga pengajar, SLBN Batam juga menghadapi keterbatasan ruang kelas. Dari total 52 rombongan belajar (rombel), sekolah seharusnya memiliki 30 ruang kelas. Namun, saat ini hanya tersedia 21 ruang kelas, yang menyebabkan satu ruang digunakan secara bergantian oleh tiga jenjang pendidikan. Hal ini tentu mengganggu efektivitas proses belajar mengajar.
Kepala sekolah telah melaporkan kondisi ini kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, namun hingga kini belum ada solusi konkret. Menyikapi hal tersebut, Ombudsman Kepri melakukan investigasi sejak September 2025, dimulai dengan pengumpulan informasi, permintaan keterangan dari Dinas Pendidikan Kepri, BPMP Kepri, SLBN Batam, dan Dinas Sosial Batam, serta Focus Group Discussion (FGD) pada November 2025.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Ombudsman menyimpulkan telah terjadi maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum oleh pemerintah daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf c Peraturan Ombudsman RI Nomor 58 Tahun 2023 dan Pasal 15 huruf d Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Empat saran korektif yang disampaikan Ombudsman kepada Dinas Pendidikan Provinsi Kepri meliputi:
1. Mengusulkan penambahan 32 guru Pendidikan Luar Biasa kepada Kementerian PAN-RB.
2. Menjamin pembayaran honorarium guru non-ASN tetap berjalan sesuai ketentuan hingga kebutuhan guru terpenuhi.
3. Menindaklanjuti pemecahan lahan Pusat Layanan Autis (PLA) untuk pembangunan ruang kelas baru.
4. Melakukan pendampingan kepada Kepala SLBN Batam dalam pengusulan program revitalisasi ruang kelas ke Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dr. Lagat Siadari menegaskan bahwa Ombudsman akan melakukan pemantauan ketat terhadap pelaksanaan saran korektif tersebut. “Kami memberikan waktu selama tiga puluh hari kerja kepada Dinas Pendidikan Kepri untuk melaksanakan tindakan korektif sejak diterimanya LHP. Monitoring akan kami lakukan untuk memastikan hak-hak dasar peserta didik di SLBN Batam terpenuhi,” ujarnya.
Langkah ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah daerah bahwa pelayanan pendidikan, terlebih bagi anak-anak berkebutuhan khusus, merupakan amanat konstitusi yang tidak boleh diabaikan. Ombudsman berharap, dengan adanya tindak lanjut yang serius, kualitas pendidikan inklusif di Batam dapat meningkat dan memberikan keadilan bagi seluruh anak bangsa.








Komentar