Silaturasa BI Kepri-PWI Kepri Bahas Pengangguran Batam

Batam, Headline104 Dilihat

BATAM – Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kepri Rony Widijarto Purubaskoro menyoroti tingginya angka pengangguran di Batam. Meskipun Batam didominasi sektor industri berskala besar.

Solusinya, perluasan akses kerja lokal dan ekosistem digital untuk UMKM. Serta, pentingnya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif di Batam dan Kepri.

Demikian ungkap Rony Widijarto Purubaskoro dalam diskusi hangat bersama pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kepri yang dipimpin oleh Ketua PWI Kepri Saibansah Dardani, Ketua Dewan Penasehat Marganas Nainggolan, Ketua Dewan Kehormatan Parna P Simarmata, dan Ramon Damora, di Volla Coffee and Roastery Batam Center, Senin (1/12/2025).

Rony juga menyoroti kontradiksi yang terjadi di Kepri, khususnya Batam, di mana sektor industri dan tambang gas besar yang masuk ternyata tidak selalu menciptakan dampak signifikan terhadap konsumsi dan kesejahteraan masyarakat lokal.

“Ekonomi itu bagus kalau inklusif, makanya semua aktivitas masyarakat itu bisa akses [ke industri besar]. Kalau ada aktivitas industri besar, ekonomi-ekonomi besar, masyarakatnya lokal itu bisa akses ke pekerjaan itu,” ujar Rony.

Ditambahkannya, tingkat pengangguran di Kepri, termasuk Batam, masih tergolong tinggi. Data terbaru yang diamati BI menunjukkan tingkat pengangguran ini menjadi perhatian serius, terutama karena Batam secara khusus didorong sebagai daerah pabean yang fokus pada ekspor.

Dominasi industri besar yang sebagian besar berorientasi ekspor (FTZ) dan kurang terintegrasi dengan ekonomi lokal dinilai menjadi salah satu faktor penentu. Ketika warga lokal tidak bisa mengakses pekerjaan di sektor industri yang tumbuh, pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak berkelanjutan dan minim efek berganda (multiplier effect).

Dorong Digitalisasi UMKM dan Solusi Kepabeanan

Dalam diskusi, perwakilan PWI menyoroti kendala besar yang dihadapi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Batam saat hendak mengirimkan produk keluar daerah pabean Batam, di mana dikenai biaya cukai tinggi hingga 40 persen.

Regulasi ini, yang ditujukan untuk mencegah penyalahgunaan barang impor, secara tidak langsung menghambat pergerakan UMKM lokal.

Menanggapi hal tersebut, Rony Widijarto menyinggung solusi yang sudah ada di mana produk lokal dengan bahan baku domestik dapat dibebaskan dari biaya cukai. Rony berharap, solusi ini dapat didorong melalui sosialisasi yang masif kepada UMKM dan dukungan ekosistem yang baru.

BI juga berkomitmen memperkuat digitalisasi UMKM melalui QRIS, yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran, tetapi juga dapat menjadi harta data (profil risiko) untuk mengakses pembiayaan perbankan.

“Kita sosialisasikan lagi ke semua UMKM, kemudian kita buat pelatihan untuk UMKM, digitalisasi UMKM. Tentu dengan support dari BI,” kata Rony, menyambut baik tawaran kolaborasi dari PWI.

Sementara itu, Saibansah Dardani menyambut hangat gagasan yang disampaikan Kepala Perwakilan BI Kepri Rony Widijarto Purubaskoro tersebut. Pasalnya, selama ini UMKM Batam terhambat dengan sejumlah regulasi yang membebaninya dengan pajak.

“Ini harus dicarikan solusi terbaiknya. Sehingga, UKMK Batam bisa bertumbuh di tengah pertumbuhan angka investasi asing di Batam,” ungkap Saibansah yang akrab disapa Cak Iban itu.

Cak Iban menambahkan, salah satu gagasan yang disampaikan Rony yang patut didukung semua pihak adalah mengenak clstering untuk pemasaran produk-produk UMKM Batam ke pangsa pasar nasional. Karena dengan begitu, akan membuka akses pemasaran yang lebih luas bagi usaha kerakayatan tersebut.

“Alhamdulillah, BI Kepri dan PWI Kepri telah satu pemikiran untuk bersama-sama memajukan UMKM Batam dengan membuka akses pasar nasional yang lebih luas,” tegas Cak Iban.

Komentar