Warga The Icon Central Resah, Tolak Homestay dan IPL Dinilai Mencekik

BATAM – Warga Perumahan The Icon Central, Batam, mengaku resah dengan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka yang dinilai tak lagi nyaman. Penyebabnya, pengembang perumahan, Central Group, membangun homestay dengan menggabungkan sejumlah unit rumah di kawasan perumahan tersebut.

Selain homestay yang dibangun langsung oleh pihak pengembang, sejumlah unit lain di The Icon Central juga telah lebih dulu dialihfungsikan menjadi homestay. Aktivitas keluar-masuk tamu, termasuk tamu asing, dinilai mengganggu ketenangan dan kenyamanan warga yang menetap.

Puncak keresahan itu mendorong belasan warga menggelar rapat untuk menentukan sikap pada Senin malam (16/12). Rapat dipimpin langsung oleh RW Herry Sembiring dan RT Edison.

Herry Sembiring menegaskan, lingkungan perumahan pada prinsipnya tidak diperuntukkan bagi kegiatan komersial seperti homestay. Ia menjelaskan, secara regulasi, kawasan perumahan masuk dalam zonasi hunian, bukan zona usaha atau pariwisata.

“Dalam aturan tata ruang dan perizinan, perumahan diperuntukkan bagi tempat tinggal, bukan untuk usaha penginapan. Alih fungsi rumah menjadi homestay jelas bertentangan dengan peruntukannya, apalagi jika dibangun oleh pengembang di dalam kawasan hunian,” tegas Herry, yang juga menjabat RW Perumahan Pulomas, wilayah administratif tempat The Icon Central bernaung.

Ia menambahkan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menegaskan bahwa penyelenggaraan perumahan harus menjamin kenyamanan, keamanan, dan ketertiban penghuni. Selain itu, setiap kegiatan usaha penginapan wajib memiliki izin usaha dan kesesuaian tata ruang.

“Tak pernah dibenarkan adanya homestay di perumahan warga. Warga punya hak untuk tinggal lebih tenang. Kalau Central Group sebagai pengembang masih bandel, kita akan bawa ini ke jalur hukum dan terus menyuarakannya dengan lantang hingga ke pihak-pihak terkait, seperti Pemerintah Kota Batam,” ujar Herry.

Keluhan serupa disampaikan Yeni, salah seorang warga yang rumahnya berdampingan langsung dengan unit homestay. Ia mengaku sudah lama merasa terganggu oleh aktivitas tamu yang keluar-masuk tanpa mengindahkan kenyamanan lingkungan sekitar.

“Kadang tamu-tamunya yang notabene warga asing sering tertawa cekikikan di kolam renangnya sampai tengah malam. Saya yang masih punya bayi sangat terganggu,” ungkap Yeni.

Menurut Yeni, berbagai upaya sudah ia lakukan dengan mengadukan persoalan tersebut kepada manajemen developer. Namun, keluhan warga tidak pernah mendapat tanggapan serius.

Selain menolak keberadaan homestay, warga The Icon Central juga mempersoalkan besaran iuran pengelolaan lingkungan (IPL) yang dinilai terlalu tinggi. Saat ini, IPL yang dipatok pengembang disebut mencapai mulai dari kisaran Rp700 ribuan per bulan.

Warga menilai, besaran IPL tersebut tidak sebanding dengan fasilitas dan layanan yang diterima. Bahkan, di tengah meningkatnya IPL, kenyamanan lingkungan justru dirasakan semakin menurun akibat aktivitas homestay.

Herry mengajak seluruh warga untuk tetap kompak dan bersatu mempertahankan hak-hak mereka sebagai penghuni perumahan. Ia menegaskan, perjuangan warga bukan untuk mencari konflik, melainkan menuntut lingkungan hunian yang aman, nyaman, dan sesuai aturan.

Komentar